Jumat, 30 September 2011

Kesulitan memikirkan posting blog baru anda?

           Kebanyakan orang kesulitan membuat pemikiran untuk posting barunya. Itu disebabkan ia terlalu ingin postingnya bagus dan nantinya akan terkenal. Jadi, kerja otak dipaksa memikirkan hal-hal bagus. Biasanya, kejadian itu akan mengakibatkan imajinasi akan semakin menjauh.

            Sebaiknya mulailah merubah pola pikir menjadi, “saya menulis ini karena saya suka, saya ingin, dan semoga bermanfaat“.

            karena, saat rileks anda akan lebih dapat berimajinasi daripada anda duduk didepan komputer dan memaksa otak untuk berimajinasi.

np: bagi yang tidak sependapat mohon komentarnya karena tulisan ini hasil buah pikiran sesaat saya yang juga masih belajar :)
thank you and may be useful :)

HUKUMAN

         Dikisahkan sepasang suami istri yang bekerja meninggalkan anaknya yang berusia tiga tahun bernama Ita, bersama pembantu di rumah. Namanya juga anak-anak yang suka mengeksplorasi diri, Ita pun demikian. Sambil bermain dia mencoret-coret tanah di halaman dengan lidi, sementara pembantunya menjemur kain dekat garasi. Puas mencoret tanah, ia menemukan sebuah paku berkarat dan mulai mencoba untuk mengores-gores mobil ayahnya yang berwarna hitam. Karena masih baru, mobil tersebut jarang dipergunakan oleh ayahnya ke kantor. Maka, penuhlah mobil tersebut dengan coretan gambar Ita
        
          Begitu ayahnya pulang, dengan bangga Ita memberi tahu tentang gambar-gambar yang sudah dibuat di mobil baru ayahnya tersebut. Bukan pujian yang diterimanya, melainkan kemarahan yang sangat besar. Pertama kali kena damprat adalah pembantu karena dianggap tidak mengawasi Ita di rumah. Baru giliran anaknya yang dihukum. Demi mendisiplinkan anak, maka si ayah mulai mengajarkan anaknya, tidak hanya dengan kata-kata, tetapi dengan pukulan. dipukulan kedua telapak tangan punggung tangan anaknya dengan apa saja yang ditemukan disitu. Mulai dengan mistar, ranting, sampai lidi disertai luapan emosi yang tidak terkendali.

        “Ampun,’Bah! Sakit… sakit ampun!” Jerit ITa sambil menahan sakit di tangannya yang sudah mulai berdarah-darah. Si Ibu hanya diam saja, seolah-olah merestui tindakan disiplin yang ditegakkan oleh suami.
Puas menghajar anaknya, si ayah menyuruh pembantu untuk membawa ita ke kamarnya. Dengan hati yang teriris, sang pembantu membawa Ita ke kamarnya. Sore hari ketika dimandikan, Ita menjerit-jerit menahan pedih. Esoknya tangan Ita mulai membengkak, sementara ayah dan ibunya tetap bekerja seperti biasa. ketika dilaporkan oleh pembantunya ibu Ita hanya mengatakan,”oleskan obat saja”.

       Hari berganti hari, hingga suhu badan Ita mulai panas karena luka tangannya sudah terinfeksi. Ketika dilaporkan, orangtuannya pun hanya mengatakan supaya diberi obat penurun panas. Hingga suatu malam, panasnya makin tinggi, bahkan Ita mulai mengigau. Buru-buru mereka membawa Ita yang sudah tampak melemah ke rumah sakit pada malam itu juga.

       Hasil diagnosis dokter menyimpulkan bahwa demam Ita berasal dari tangannya yang sudah infeksi dan busuk akibat luka-lukannya. Setelah seminggu diopname di sana, dokter memangil ayah dan ibunya dan mengatakan “tidak ada pilihan lain…”

       Dokter mengusulkan agar kedua tangan anak itu diamputasi karena infeksi yang terjadi sudah terlalu parah. “ini sudah bernanah dan membusuk, untuk menyelamatkan nyawa Ita, tangannya harus diamputasi!”

       Mendengar berita ini, Orangtua Ita bagai disamabar petir. Dengan air mata berurai dan tangan yang bergementar, mereka menandatangani surat persetujuan amputasi anak yang paling dikasihinnya.
Setelah sadar dari pembiusan operasinnya, Ita terbangun sambil menahan rasa sakit dan bingung melihat tangannya yang dibalut kain putih. Lebih kaget lagi, dia melihat orangtuannya dan pembntunnya menangis di sampingnya. Sambil menahan sakit. Ita berkata kepada orangtuannya “Abah…mama, Ita tidak akan melakukannya lagi… Ita sayang Abah, sayang mama, juga sayang bibi. Ita minta ampun sudah mencoret-coret mobil abah!” Si Ibu dan ayah semakin menangis mendengar kata-kata Ita tersebut.
“Bah, sekarang tolong kembalikan tangan Ita, untuk apa diambil. Ita janji tidak akan melakukannya lagi. Bagaimana kalau nanti Ita mau main dengan teman-teman karena tangan Ita sudah diambil. Abah… mama, tolong kembaliin, pinjam sebentar saja. Ita mau menyalami Abah, Mama,dan Bibi untuk minta maaf!”
Menyesal bagi kedua orangtua Ita sudah tiada guna, nasi sudah jadi bubur.

sumber  : Buku Setengah isi setengah kosong


       Dari cerita diatas kita sendiri sudah bisa menyimpulkan. Melampiaskan emosi sesaat memang melegakan, sampai-sampai kita tidak sempat berfikir apa akibat dari yang kita lakukan ini.
       Belajar bersabar dan mengendalikan dirilah  karena itu yang membedakan kita dengan makhluk tuhan yang tidak berakal.

thank you and may be useful :)